Shouldn't be copied without permission!! please don't be a plagiat!!

Jumat, 06 April 2018

Kepada "Rindu" yang tak kunjung surut

Jangan tanyakan rindu ini kepada malam. Karena malam akan selalu berpihak pada rindu yang tak ada ujung, sedang kenyataannya rinduku ini sudah lelah menunggu. Namun, malam berhasil sekali lagi membuatku percaya pada rindu yang tak kunjung menemui akhir.

Pada awalnya aku sering muak merindukanmu, sampai akhirnya aku menikmati memikirkanmu.
Memikirkan dengan cara diam-diam yang membuatku berpikir seakan kamu juga merindukanku. Beginikah sakitnya malam yang merindukan siang? Aku memang tak paham betul seberapa sakitnya malam saat rindu kepada siang, yang aku tau rindu seorang diri itu sedih.

Hanya malam yang seakan mengerti rinduku ini. Aku tau perjuangan sang ombak yang paling hebat saat berjuang melewati berbagai batas dan samudera untuk saling bertemu disatu tempat, walau hanya beberapa detik. Setidaknya mereka bertemu, sang ombak tidak berjuang sendiri seperti malam yang tak pernah bertemu dengan siang. Kiamat memang, jika malam dan siang bertemu menjadi satu disatu tempat, jelas sudah begitupun dengan aku dan kamu yang tak berbeda dengan malam dan siang.

Pahit dan pedih memang kenyataan ini. Kenyataan yang terus berbisik bahwa rinduku akan tetap ada dan tak kunjung surut termakan waktu. Ngeyel memang hati ini, yang seakan tak bisa memahami dan melihat dengan jelas bahwa semestapun tak merestui rinduku.

Saat sudah seperti ini, lalu rinduku harus diapakan? aku memang tetap akan berbisik kepada bumi dalam sujudku, menceritakan semua rindu yang kualami, menceritakan sedih dan sakitnya hati ini menahan rindu seperti yang malam lakukan.

Berkali-kali kukatakan pada rinduku ini, yang harus kulakukan hanyalah melepas rindu melepas bukan dengan bertemu namun melepas dengan paham serta keihklasan untuk menerima bahwa rindu ini hanya milikku, bukan miliknya. Terkadang memang lebih baik mengatur bebek yang hendak bermain di sungai dibanding mengatur hati tentang rindu, hati selalu ngeyel dan mengabaikan otak yang sebenarnya berkata jujur.

Dengan haru dan sendu kutatap rindu yang kian tak berujung. Kiranya rindu memang hanya untukku, kurela rinduku ini menjadi biru.

Khayalku

Egois kah aku? Egoiskah jika seorang bumi sepertiku menginginkan kamu yang jauh tinggi bagai langit untuk mendampingiku? Tahukah kamu betapa gugupnya aku saat kamu tersenyum dan menggenggam tanganku di depan mereka? aku seperti terbang dalam khayal, membayangkan hal yang lebih dari sekedar genggaman tangan. Harusnya aku sadar apa posisiku dan siapa aku, kamu mengakuiku dalam lingkungan saja aku harusnya bersyukur. Namun maaf, aku terlalu naif kali ini. Aku terlalu tingi berkhayal membayangkan tentang "kita". Ya! Kita, kita yang bahkan aku sendiripun tak tahu akan seperti apa kita.

Salah siapa ini? Waktu? atau aku? Pertemuan kita yang memang tak tepat saat kamu milik dia yang membuatku seakan gila, seakan aku tidak waras, seakan aku tak punya hati karena terus mencintaimu dan membuatmu sedikit lebih jauh dari dia.

Percayalah, setiap kata dan tatap yang kamu berikan akan tersimpan dalam otak walaupun diri ini berusaha sadar dan paham betul akan posisiku dalam "kita", namun sekali lagi cinta tak selalu sejalan dengan logika.
Ini bukan tentang aku atau tentang kamu, namun ini tentang kita yang hanya ada dalam khayalku..